
Mengapa Rasulullah melontarkan
ungkapan demikian? Nampaknya Rasulullah ingin agar umatnya tidak satupun
yang melewatkan ibadah jihad, karena pahala dari Allah bagi orang yang
berjihad sangat besar sekali. Kendati hanya berniat untuk bisa berjihad,
itu saja sudah besar pahalanya. Rugi sekali bila seorang muslim hidup
tanpa pernah berjihad, atau memiliki keinginan kuat untuk berjihad, atau
mendapatkan pahala jihad.
Tunggu-tunggu, sepertinya saya mendengar
qalbu Anda masih terheran-heran membaca risalah ini? Ada apa wahai
saudaraku? Saya melihat kegamangan dari wajah Anda. Nampaknya Anda
beranggapan kami adalah teroris. Nampaknya Anda mengira jihad adalah
terorisme. Nampaknya pula Anda masih salah persepsi mengenai jihad dan
mujahid.
Wahai saudaraku, ketahuilah, kami bukan
teroris dan tidak hendak mengajarkan terorisme. Kami adalah orang Islam,
maka kami tidak akan melakukan aksi terorisme sekecil apapun. Karena
Islam tidak mengajarkan terorisme bahkan mengecam dan melaknat
terorisme. Islam mengajarkan jihad. Jihad dalam syari’ah Islam sama
sekali tidak sama dengan terorisme, begitu pula mujahid tidak sama
dengan teroris. Islam berlepas diri dari terorisme dan pelakunya.
Terorisme bukan ajaran Islam.
Jihad adalah kemuliaan wahai saudaraku.
Jihad adalah amalan yang utama dalam Islam. Jihad adalah tonggak
terciptanya keadilan dan kejayaan Islam dan umat Islam di muka bumi.
Dengan jihad, dunia akan damai dan makmur. Dengan jihad, Islam akan
berjaya, dan umat Islam akan berwibawa.
Sekarang, masihkah Anda punya prasangka
buruk kepada kami? Ya, kami senang sekali jika Anda mampu merubah
mindset Anda dan mengenyahkan prasangka buruk Anda. Namun jika belum,
maka kami berharap kepada Allah, semoga Allah menghilangkan prasangkaan
buruk terhadap kami dari orang-orang yang belum memahami dengan benar
hakekat jihad dan masih salah persepsi mengenai ibadah jihad.
Baiklah, di sini kami hendak mengulas
mengenai amal-amal yang pahalanya setara dengan jihad. Niatan kami,
selain ingin membersihkan reputasi ibadah jihad, kami juga ingin
membantu saudara-saudara kami yang telah mengetahui hakekat dan
kedudukan jihad dalam syari’ah Islam, yang ingin meraih pahala jihad
sementara jihad belum tegak. Rasulullah dalam beberapa kesempatan
menguraikan amal-amal yang pahalanya setara dengan berjihad, berikut di
antaranya.
Pertama, membantu para janda dan orang-orang miskin.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Orang
yang membantu para janda dan orang-orang miskin seperti orang yang
berjihad di jalan Allah atau orang yang mengerjakan shalat malam dan
berpuasa siang hari.” [Shahih: Shahih Al-Bukhari no. 6006; Shahih Muslim no. 2982]
Kedua, berbuat baik kepada kedua orang tua.
Dari Abu Hurairah, ada seseorang yang dating kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam untuk meminta izin berjihad. Nabi pun bertanya, “Apakah orang tua Anda masih hidup?” Orang itu menjawab, “Ya.” Nabi berkata, “Hendaknya kepada keduanya Anda berjihad.” [Shahih: Shahih Al-Bukhari no. 3004; Shahih Muslim no. 2549]
Berbuat baik kepada kedua orang tua
adalah kewajiban setiap anak. Sebaliknya, mendurhakai kedua orang tua
adalah kejahatan paling jahat. Bagaimana berbuat baik kepada orang tua?
Dengan menaatinya, menghormatinya, membantunya, memenuhi permintaannya,
berdoa untuknya, dan sebagainya. Tentu saja selagi masih dalam koridor
ketaatan kepada Allah. Ketika telah melanggar ketentuan Allah yaitu
Islam, maka kita diperbolehkan tidak menaati orang tua. Namun tetap kita
berbuat baik kepada keduanya. Bagaimana bentuk durhaka kepada orang
tua? Dengan tidak menaatinya, dengan merendahkannya dan tidak
memuliakannya, dengan tidak membantunya, dengan tidak memenuhi
permintaan dan kebutuhannya, tidak berdoa kebaikan untuknya malahan
mendoakan kejelekan untuknya, dan sebagainya.
Ketiga, menjadi amil zakat, baik zakat fithri maupun zakat mal.
Dari Rafi’ bin Khadij, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Orang yang bekerja sebagai amil zakat dengan benar seperti orang yang berperang di jalan Allah hingga ia kembali ke rumahnya.” [Shahih: Sunan Abu Dawud no. 2936. Shahih Al-Jami’ no. 4117]
Keempat, bekerja mencari rizki untuk memenuhi kebutuhan hidup diri sendiri, keluarga, dan kedua orang tua.
Dari Ka’b bin ‘Ujrah, ada seseorang berpapasan dengan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Para shahabat kagum terhadap kesungguhannya dalam
bekerja. Lalu mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, seandainya ia berada
di jalan Allah.” Rasulullah mengomentari, “Kalau ia keluar mencari
rizki untuk (memenuhi kebutuhan) anaknya yang masih kecil, maka ia
berada di jalan Allah. Jika ia keluar mencari rizki untuk (memenuhi
kebutuhan) kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia, maka ia terhitung
di jalan Allah. Bila ia keluar mencari rizki untuk (memenuhi kebutuhan)
dirinya untuk menjaga diri (dari meminta-minta), maka ia berada di jalan
Allah. Namun, jika ia keluar mencari rizki untuk pamer dan kesombongan,
maka ia berada di jalan setan.” [Shahih: Shahih Al-Jami’ no. 1428]
Kelima, mempelajari kebaikan (ilmu) atau mengajarkannya di Masjid Nabawi.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah berkata, “Barangsiapa
mendatangi masjidku ini dan tidak ada tujuan lain kecuali mempelajari
atau mengajarkan kebaikan, niscaya ia seperti orang yang berjihad di
jalan Allah. Dan barangsiapa dalam mendatanginya dengan tujuan yang
lain, maka ia seperti orang yang melihat kenikmatan orang lain.” [Shahih: Shahih Al-Jami’ no. 6184]
Keenam, melaksanakan ibadah haji dan umrah.
Dari Ummu Ma’qal, Rasulullah berkata, “Sesungguhnya haji dan umrah
termasuk di jalan Allah, dan umrah pada bulan Ramadhan sebanding dengan
haji.” [Shahih: Shahih Al-Jami’ no. 1599] Dari Asy-Syafa`, ada seorang
yang datang kepada Nabi dan berkata, “Saya ingin berjihad di jalan
Allah.” Nabi lantas berkata, “Maukah kamu aku tunjukkan jihad yang tidak ada rintangannya? (yaitu) Haji ke Baitullah.” [Shahih: Shahih Al-Jami’ no. 2611] Dari Al-Husain bin ‘Ali, Rasulullah berkata, “Mari menuju jihad yang tidak ada rintangannya, yaitu haji.” [Shahih: Shahih Al-Jami’ no. 7044]
Ketujuh, menanti datangnya shalat setelah melaksanakan shalat.
Dari Anas bin Malik, Rasulullah bertanya,”Maukah
kalian aku tunjukkan suatu amalan yang menyebabkan Allah menghapus
kesalahan-kesalahan dan meninggikan derajat-derajat kalian? Yaitu,
menyempurnakan wudhu pada waktu-waktu sulit, banyak melangkah menuju
masjid, dan menunggu shalat setelah shalat. Itulah ribath, itulah ribath.” [Shahih: Shahih Muslim no. 251]
Para shahabat Rasulullah banyak yang
lebih memilih lokasi rumah yang jauh dari Masjid, karena mengetahui
keutamaan tersebut. Dari Jabir bin ‘Abdillah, ia menceritakan, “Rumah
kami jauh dari masjid. Kemudian, kami ingin menjual rumah kami agar bisa
berpindah di dekat masjid. Namun Rasulullah melarang kami. Beliau
berkata, “Sesungguhnya pada setiap langkah kalian (bisa mengangkat) derajat.”.”
[Shahih: Shahih Muslim no. 664] Dari Anas bin Malik, “Saya berjalan ke
masjid bersama Zaid bin Tsabit. Ketika itu ia memperpendek langkahnya
sambil berkata, “Saya ingin langkah kita ke masjid menjadi banyak.”.”
[Fat-h Al-Bari 2/165 hadits no. 656] Dari Ubay bin Ka’b, ada orang yang
setahu saya rumahnya paling jauh dari masjid. Tetapi ia tidak pernah
tertinggal shalat jama’ah. Orang itu ditanya atau saya bertanya
kepadanya, “Mengapa Anda tidak membeli keledai yang bisa Anda naiki
ketika malam yang gelap dan ketika panas?” Ia menjawab, “Aku tidak suka
jika rumahku dekat masjid. Aku ingin langkahku ketika berangkat ke
masjid dan ketika pulang menemui keluargaku ditulis (diberi pahala).”
Rasulullah berkomentar, “Allah telah mengumpulkan itu semua untukmu.” [Shahih: Shahih Muslim no. 663]
Kedelapan, berpegang teguh terhadap As-Sunnah ketika zaman fitnah dan Islam dianggap asing oleh kebanyakan manusia.
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah berkata, “Sesungguhnya
sesudah kalian ada suatu zaman, pada saat itu orang yang bersabar dalam
berpegang teguh terhadap As-Sunnah mendapatkan pahala lima puluh orang
mati syahid.” [Shahih: Shahih Al-Jami’ no. 1625]
Kesembilan, menyiapkan bekal bagi orang yang berjihad di jalan Allah atau mengurusi keluarga orang yang berjihad di jalan Allah.
Dari Zaid bin Khalid Al-Juhani, Rasulullah berkata, “Barangsiapa
menyiapkan bekal bagi orang yang berperang di jalan Allah maka ia
tercatat telah berperang, dan barangsiapa mengurus keluarga orang yang
berperang (di jalan Allah) maka ia tercatat telah berperang.” [Shahih: Shahih Al-Bukhari no. 2843; Shahih Muslim no. 1895]
Kesepuluh, mendakwahi orang
musyrik dan memberantas kesyirikan. Jika orang musyrik yang kita dakwahi
itu menyerang kaum muslimin, maka kita wajib berjihad memeranginya.
Dari Abdullah bin Hubsyi Al-Khats’ami, bahwasanya Nabi pernah ditanya, “Apakah Jihad yang paling utama?” Beliau menjawab, “Orang yang berjihad melawan kaum musyrikin dengan harta dan jiwanya.” [Shahih: Shahih Sunan Abu Dawud no. 1449]
Kesebelas, berdakwah kepada penguasa dan pemerintah yang dzhalim.
Dari Abu Sa’id Al-Khudri, Rasulullah berkata, “Sebaik-baik jihad adalah mengungkapkan kebenaran kepada penguasa (sulthan) yang lalim, ataupun pemerintah (amir) yang lalim.” [Shahih: Shahih Sunan Abu Dawud no. 4344]
Keduabelas, berdoa dengan sungguh-sungguh meminta mati syahid.
Dari Sahl bin Hunaif, Rasulullah berkata, “Barangsiapa
benar-benar meminta mati syahid niscaya Allah mengantarkannya kepada
derajat orang-orang yang mati syahid sekalipun ia mati di atas
ranjangnya.” [Shahih: Shahih Muslim no. 1909] Ibnu Hajar berkata,
“Derajat orang yang berjihad terkadang bisa diraih oleh orang yang tidak
berjihad. Bisa jadi karena niatnya yang tulus atau bisa juga karena
amal shalih yang menyamainya. Setelah menjelaskan bahwa surga firdaus
itu dipersiapkan untuk orang-orang yang berjihad, Allah memerintah kita
untuk berdoa meminta surga Firdaus.” [Fat-h Al-Bari 6/16 hadits no. 279]
Demikianlah dua belas amal setara jihad. Semoga Allah senantiasa memberikan taufiq dan hidayahNya. Amin.
ConversionConversion EmoticonEmoticon